Pencegahan Penghindaran Pajak via Transfer Pricing dan SPT PPh Badan |
Waspadai penghindaran pajak dengan transfer pricing, begitu titah Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Sebab, banyak perusahaan besar yang melalaikan tmnsfer pricing untuk menghindari pajak. Ada dugaan, perusahaan itu melakukan transaksi dengan afiliasinya tidak dengan harga I wajar sehingga melaporkan rugi secara fiskal dan pada akhirnya tidak membayar pajak penghasilan badan. Penelitian Gunadi (Pajak Internasional, 1999) tentang perusahaan-perusahaan penanaman modal asing menunjukkan bahwa “…mereka begitu tega membuat Indonesia sebagai loss center untuk perusahaan multinasionalnya. Operasi di Indonesia selama bertahun-tahun direkayasa selalu rugi sehingga tidak pernah membayar pajak penghasilan badannya”.
Nyatanya survei Ernst and Young menunjukkan bahwa trans/er pricing merupakan isu yang dianggap paling penting bagi tar director dari perusahaan-perusahaan global. Hasil survei menyebutkan, 39% ta.r director perusahaan multinasional di seluruh dunia menganggap transfer pricing merupakan bagian dari pekerjaan mereka. Secara regional, angka tersebut menjadi 44% di Asia, 62% di China, dan 76% di Jerman (Ernst Youngs, Global Transfer Pricing Survey, 2007). Formulir baru Pemerintah tentu berupaya untuk mencegah transfer pricing. Bahkan, Menteri Keuangan menyiapkan 2.000 pemeriksa pajak yang akan ditingkatkan terus kuantitas maupun kualitasnya untuk melakukan upaya pencegahan. Sementara itu, laporan PricewaterhouseCoopers menyatakan lain “Tlie Indonesian tax auUiorities cannot be considered a sophisticated tax authority from a transfer pricing perspective”. (PWC, International Transfer Pricing 2008 ). Entah siapa yang betul. Yang membuat lebih gembira Direktur Jenderal Pajak telah menandatangani Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya. Hal ini membawa pena-nganan tmnsfer pricing di Indonesia memasuki fase baru yang selangkah lebih maju. Secara umum, SPT PPh Badan tidak banyak perubahan, kecuali bagian yang terkait dengan transfer pricing. Ada dua formulir baru di sini pertama, formulir pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa; kedua, formulir pernyataan transaksi dengan penduduk tax haven country. Formulir pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa merupakan penyempurnaan dari formulir yang ada sebelumnya. Beberapa perubahan yang dilakukan antara Iain (i) adanya daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa; (ii) adanya kewajiban mengungkapkan alasan pemilihan metode transfer pricing yang digunakan; (hi) adanya isian untuk menerangkan ringkasan dokumentasi transfer pricing yang dimiliki wajib pajak. Ketiga, perubahan itu menunjukkan bahwa formulir itu merupakan manajemen risiko transfer pricing. Informasi yang diminta akan mengerucut pada dua pilihan apakah wajib pajak tersebut memiliki risiko tinggi penghindaran pajak melalui transfer pricing atau tidak. Formulir berikutnya terkait dengan transaksi dengan pihak pada tax haven country. Fonnulir ini benar-benar baruan No. 650/KMK.04/1994 memuat lampiran daftar 32 negara yang kita anggap sebagai tax haven. Tapi, kemudian KMK tersebut dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.04/2008 dan daftar tax fia ven tidak lagi ada Kedua, apakah kriteria penduduk tax haven country, termasuk dengan perusahaan-perusahaan bodong (letter-box company) dan re-invoicing center yang hanya namanya saja tercatat pada negara tav haven tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat memanfaatkan fasilitas pajak dari tax haven meskipun bukan penduduk negara tersebut (nonresident). Masalah ketiga, tidak adanya peraturan yang mengaitkan transaksi dengan pihak tar haven dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, sehingga isian pada formulir tersebut seperti tidak memiliki fondasi. Beberapa langkah Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperkuat penanganan risiko transfer pricing melalui SPT yang disampaikan wajib pajak. Pertama, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan dan panduan tentang dokumentasi transfer pricing, sebagaimana yang diamanatkan Pasal 16 ayat (3) PP No. 80 Tahun 2007. Adanya peraturan ini diharapkan akan membantu wajib pajak dalam menyiapkan dokumentasi transfer pricing. Peraturan ini juga akan menyeragamkan pemahaman fiskus tentang dokumentasi transfer pricing yang harus disiapkan wajib pajak.dan meminta wajib pajak mengungkapkan transaksi yang dilakukannya dengan pihak yang berada di tax haven country. Formulir ini juga menanyakan apakah proses penetapan harga untuk transaksi tersebut dilakukan dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha seperti pada tra nsfer pricing. Tapi, setidaknya ada tiga masalah pada formulir ini. Pertama, Direktorat Jenderal Pajak belum menetapkan siapa saja yang merupakan negara tax haven. UU Pajak Penghasilan hanya memberikan deflnisinya, yaitu “negara yang memberikan perlindungan pajak” (Pasal 18 ayat 3c). Dahulu, Keputusan Menteri Keuang- Kedua, Direktur Jenderal Pajak perlu segera menetapkan negara-negara mana saja yang merupakan tax haven country. Direktur Jenderal Pajak dapat meratifikasi daftar yang telah ada, baik yang dimiliki OECD maupun Bank Dunia. Ketiga, selain daftar, sebaiknya pemerintah mengatur kewajiban penetapan harga wajar atas transaksi dengan tax haven country. Hal ini telah dilakukan Amerika Serikat dengan Stop Tar Haven Abuse Act, yang menetapkan bahwa mitra transaksi dari wajib pajaknya yang berada di tax haven dianggap memiliki hubungan istimewa, kecuali dapat membuktikan sebaliknya Bayu Rahmat Rahayu, Peneliti Finedu Indonesia |