‘Subsidi ke forwarder segera diatur’
Subsidi dalam satu induk usaha picu persaingan tidak sehat
JAKARTA: Pemerintah diminta segera membuat regulasi yang melarang pemberian subsidi dari perusahaan pelayaran ke forwarder dalam satu induk usaha karena memicu persaingan tidak sehat.
Vice President Operations and Customer Service PT Repex Wahana (RPX Group) M. Kadrial mengatakan strategi bisnis melalui pemberian subsidi menimbulkan persaingan yang tidak sehat karena perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran sekaligus forwarding bisa memberikan tarif jauh di bawah harga pasar.
“Pemberian subsidi jelas merugikan bagi forwarder yang tidak terafiliasi dengan shipping line [perusahaan pelayaran], karena pemilik barang jelas akan lebih memilih tarif yang lebih rendah,” katanya seusai acara penerimaan sertifikat Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001:2007 dari Tuv Nord Indonesia ke RPX Group, baru-baru ini.
Dia mengungkapkan sama seperti tarif angkut peti kemas, tarif jasa forwarding kini dalam kondisi perang tarif karena volume kiriman anjlok, terutama ke luar negeri
“Baik pengiriman lewat laut maupun udara, saat ini mengalami perang tarif karena volume pengiriman sedikit. Hal ini harus dihentikan demi kelangsungan bisnis. Kami akan menyampaikan permintaan ini secara resmi ke asosiasi,” tegasnya.
Selain itu, papar Kadrial, pihaknya juga akan menyiasati perang tarif dengan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. “Salah satu jalan adalah kami harus selalu fokus pada kualitas dan layanan guna meningkatkan loyalitas pelanggan,” katanya.
Kadrial menambahkan Departemen Perhubungan sebaiknya hanya membuat regulasi agar tidak ada subsidi kepada perusahaan forwarder, tetapi tidak ikut menentukan tarif batas atas dan bawah.
“Besarnya tarif tidak bisa ditentukan oleh pemerintah karena itu kan bersifat business-to-business,” katanya.
Tidak berwenang
Kepala Pusat Komunikasi Publik Dephub Bambang S. Ervan menegaskan departemennya tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan suatu regulasi yang memperbolehkan suatu perusahaan memberikan subsidi ke unit usaha lainnya.
“Bukan domain Dephub untuk mengatur hal-hal seperti itu. Dephub hanya membuat regulasi dari sisi teknis operasional saja,” katanya.
Menurut dia, apabila ada ketidakpuasan dari pelaku usaha sejenis atas kejadian di lapangan, hal itu bisa dilaporkan ke instansi yang lebih berwenang, yakni Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Terkait dengan masalah pelayanan sebetulnya ada dua macam, yakni pelayanan itu sendiri dan masalah tarif. Sebetulnya apabila tarif bisa ditekan itu bagus bagi pelanggan, tetapi juga perlu diingat supaya tidak terjadi monopoli. Kalau ada indikasi monopoli, bisa dilaporkan ke KPPU,” tutur Bambang.
Ketua Gabungan Forwarder, Logistik, dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Iskandar Zulkarnain menuturkan sah-sah saja jika ada forwarder yang mendapat subsidi dari perusahaan pelayaran yang terafiliasi.
Menurut dia, pola subsidi itu merupakan salah satu strategi bisnis yang legal untuk bisa bersaing dengan perusahaan forwarder lainnya.
“Itu sah-sah saja karena dikategorikan sebagai subsidi silang. Mungkin saja karena mereka mau bisa bersaing secara tarif, dalam artian lebih baik dibandingkan dengan forwarder lainnya,” tutur Iskandar.
Menanggapi keluhan dari forwarder yang tidak terafiliasi dengan perusahaan pelayaran, Iskandar mengatakan jumlah shipping line yang mempunyai forwarder tidak banyak, sehingga permasalahan subsidi tidak perlu dikhawatirkan.
Dia menegaskan bisnis forwarding sangat kompleks sehingga perusahaan pelayaran enggan untuk membuat perusahaan forwarder.
“Kompleks dalam artian banyak dokumen yang harus diurus dan membutuhkan sumber daya manusia tambahan.”
sumber : bisnis Indonesia