Freight Forwarder > Berita > KPPT : Ancaman atau Peluang

KPPT : Ancaman atau Peluang

Freight Forwarder
Freight Forwarder Indonesia
International Freight Forwarder

KPPT : Ancaman atau Peluang ?
Oleh : Antoni Tampubolon*

Kantor Pelayanan Bea dan Cukai pada akhir tahun 2009 berencana untuk melakukan implementasi Kawasan Pelayanan Pabeana Terpadu (KPPT) Cikarang. Robert Marbun mengatakan dalam seminar yang diselenggarakan oleh DPW Gafeksi pada hari Selasa, 20 Oktober 2009, bahwa program ini adalah merupakan salah satu program 100 (Seratus hari dari Menteri Keuangan dalam kabinet Jilid 2. Pilot Project untuk KPPT ini adalah Cikarang, Bekasi yang diharapkan dapat berlangsung di Pertengahan 2010. KPPT yang akan menyusul untuk daerah Tangerang dan Bogor. Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu adalah : kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang secara terpadu di dalamnya terdapat penimbunan sementara (TPS), tempat konsolidasi barang ekspor (CFS), tempat penimbunan berikat (TPB), dan atau tempat usaha lainnya dalam rangka menunjang kegiatan kepabenana cukai (dikutip dari slide pembicara). KPPT Cikarang, sebagai pilot project diharapkan dapat mempercepat arus keluar masuk. dari dan ke Cikarang ke Pelabuhan Tanjung Priok. Tujuan dibentuknya KPPT ini adalah bagaimana mempercepat barang dengan biaya yang minimal . KPPT ini adalah salah satu bagian dari Nasional Integrated and Intermodal Transportation (NILTS). NILTS adalah merupakan lanjutan dari program INSW .
Prinsip dasar dari KPPT ini adalah adanya hub-spoke dalam penyelesaian kepabeanan. Daerah Kawasan Jababeka adalah spoke, sementara pelabuhan Tg.Priok adalah hubnya. Semua urusan kepabenanan (baik ekspor dan impor) dapat diselesaikan di KPPT. Penyelesaian kepabeanan adalah berdasarkan web basis, dimana semua informasi dan data-data dilakukan melalui web KPPT yang on line.
Tahap awal KPPT Cikarang, Bekasi diberikan wewenang untuk ekspor kemudian akan dilanjutkan dengan kegiatan impor. Kegiatan ekspor yang diurus di KPPT Cikarang, Bekasi adalah : pemeriksaan, pemuatan dan KMT (Loading, CMS, EIR dan Penimbangan) sementara di Pelabuhan Tanjug Priok hanya Electronik Check in Only (PE, KMT). Prinsip kerjanya sama seperti : City Check in dalam penerbangan, di mana Check in dapat bukan hanya di bandara tapi bisa disuatu tempat tertentu .
Beberapa permasalahan akan muncul jika Program KPPT ini dilaksanakan dimana KPPT Cikarang, Bekasi sebagai pilot projectnya.
Pertama : payung hukum dalam implementasi dari KPPT . Oleh karena KPPT ini adalah hanya bertugas dalam menyelesaikan kegiatan kepabenanan saja dimana di dalam membangun sistem ini harus ada pihak-pihak terkait yang terlibat, seperti: Container Freight Station, Contaier Yard Impor/Export, Bonded Transporatation , KPPT In house System/Portal, Electronic Gate System, Bonded Warehouse, Freight Forwrader dan PPJK. Semua ini sebenarnya sudah mengarah kearah konsep dry port .
Dimana semua adalah para pelaku logistik dibawah departemen yang berbeda-beda. Apakah hanya cukup dengan SK Menteri Keuangan atau SK Dirjen Bea dan Cukai ?. Berdasarkan penjelasan pembicara seminar, payung hukum akan diupayakan dengan Keppres 54. Koordinasi sedang dilakukan dengan instasi terkait.
Kedua: Apakah akan ada kesempatan atau excess dari para PPJK dan pelaku logistik lainnya dalam terlibat dalam penyelenggaraan KPPT, dalam hal ini KPPT Cikarang, Bekasi ?. Isu yang beredar bahwa semua kegiatan logistik di Cikarang nantinya akan diselenggarakan oleh pihak tertentu saja atau disebut dengan monopoli.
Ketiga : Perijinan usaha . Jika Perusahaan PPJK atau Freight Forwarder dalam menjalankan usaha di luar wilayah Jakarta maka perusahaan tersebut harus mengurus perijinan ke daerah setempat . Kejadian ini sering dialami oleh para pelaku logistik. Para pelaku logistik yang selama ini sudah mempunyai usaha di Tanjung Priok atau di wilayah Jakarta dan harus ekspansi ke wilayah lainnya yang menyelenggarakan KPPT akan menemukan kesulitan dalam pengurusan ijin usahanya . Hal ini terkait dari otonomi daerah. Harapan dari para pelaku usaha logistik adalah kemudahan dalam proses perijinana usaha. Kemudahan dalam mendapatkan ijin usaha sangat diperlukan dalam mendorong para pelaku logistik dapat turut serta dalam menjalankan praktek bisnis di wilayah KPPT .
Keempat. Efisiensi atau menimbulkan biaya tinggi. Program KPPT ini apakah dapat memberikan kontribusi penghematan biaya kepada ekspotir ataupun imporitr dalam pengurusan kegiatan ekspor dan impor? Oleh karena selama ini sudah banyak timbul biaya-biaya tinggi dalam kegiatan pengurusan ekspor dan impor,khususnya dalam O/B (Overbrenghen). Pertanyaan kritis adalah : apakah dengn KKPT ini bukan malah membuat double handling atau biaya tinggi? Oleh karena barang harus masuk dulu ke KPPT kemudian dikirimkan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Saya yakin para pengambil kebijakan terkait KPPT sudah melakukan analisa cost and benefit dengan cermat. Kepentingan dari eksportir ataupun importir secara mikro dan kepentingan ekonomi nasional secara makro harus diutamakan dalam pengambilan keputusan terhadap program ini. Harapan agar timbulnya biaya tinggi dalam logistik di Indonesia yang selama ini menjadi masalah dengan program ini diharapkan program ini dapat menjadi salah satu solusi.
Kelima : Keamanan barang (aspek security). Setelah barang tiba di KPPT bagaimana sistem pengawasan terhadap barang yang menuju ke pelabuhan atau dari pelabuhan Tanjung Priok. Resiko-resiko yang akan muncul selama perjalanan dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut pembicara, bahwa keamanan barang akan dilakukan dengan e-segel dengan sistem RFID dan angkutan truck yang sudah terakreditasi.
Keenam : Kesiapan Fasilitas dan SDM dalam menyelenggarakan KPPT ini. KPPT ini dapat dilaksanakan dengan ketersediaan infrasturktur, sarana dan prasarana (TPS, gudang, Kantor pelaksana) yang mendukung dalam kegiatan-kegiatan, Tehnologi. Bagaimana dengan SDM ? Dalam melaksanakan ini dibutuhkan SDM bukan hanya mengetahui prosedur dan ketentuan saja tentang bea dan cukai tetapi juga pengetahuan lainnya, seperti: tehnologi dan informasi.
KPPT ini adalah program yang dirancang untuk dapat mempercepat arus barang dengan menimalisir biaya. Apakah ini menjadi ancaman bagi usaha logistik di luar wilayah KPPT atau merupakan peluang usaha? . Pertanyaan ini lebih lanjut harus dilakukan penelitian lebih dalam lagi dengan mempertimbangkan aspek-aspek permasalahan yang dikemukan diatas. Hal ini juga bisa menjadi diskusi yang menarik untuk dapat diperdebatkan antar sesama pelaku usaha logistik . Sebagai penutup, Jika KPPT ini pun harus diimplementasikan , Penulis berharap agar program ini tetap memperhatikan nasib para pelaku logistik yang skala kecil dan bukannya malah mengurangi kegiatan usaha. Para pelaku logistik nasional (skala kecil) bukannya menjadi penonton dalam kegiatan logistik tetapi dapat berkontribusi sebagai pemain logistik yang handal.

* Penulis adalah Ketua Alumni INFA Institute (KAIN).

Enter your email address:

Freight ForwarderKPPT : Ancaman atau PeluangKPPT : Ancaman atau Peluang
Freight Forwarder Indonesia KPPT : Ancaman atau Peluang This entry was posted in Berita and tagged . Bookmark the permalink. • TwitterFacebookFeed

Comments are closed.