BC Cegah Impor Ilegal Senilai Rp 1,7 Triliun
Rabu, 16 September 2009
JAKARTA (Suara Karya): Kantor pelayanan utama Bea dan Cukai (BC) tipe A Tanjung Priok berhasil mencegah impor aneka produk kosmetik asal China, ekspor rotan mentah, dan tanduk rusa senilai Rp 1,7 triliun.
Kasus impor ilegal pertama yang berhasil dicegah berupa satu kontainer yang memuat aneka produk kosmetik dari China yang diimpor oleh PT BM, sebuah perusahaan yang beralamat di Bekasi.
“Modus yang digunakan adalah dengan memberitahukan uraian barang berupa Press Machine dalam dokumen manifes. Diduga produk kosmetik itu palsu karena tidak mendapat izin impor dari Badan POM,” kata Dirjen Bea Cukai Departemen Keuangan Anwar Suprijadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/9).
Saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dengan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kegiatan importasi tersebut, serta terhadap uji sertifikasi aneka produk kosmetik tersebut akan dilakukan koordinasi de-ngan Badan POM.
Nilai barang yang diberitahukan di dalam dokumen yang berhasil dicegah diperkirakan kurang lebih sebesar Rp 1.673.280.000 dengan potensi kerugian negara dari Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang tidak dibayarkan kurang lebih sebesar Rp 678.219.534.
Selain itu, ekspor ilegal rotan mentah berukuran diameter 2,5 cm sampai dengan 4,5 cm, panjang sekitar 5,5 m akan dikirim dengan tujuan Singapura. Eksportasi rotan mentah ini diduga melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/ PER/8/2008 tentang Ketentuan Ekspor Rotan. Negara dirugikan sebesar lebih kurang Rp 17.772.428 dengan kerugian immaterial dapat mengurangi pasokan bahan baku perajin domestik dan kerusakan hutan.
Sementara itu, Kepala KPU BC Type A Tanjung Priok Rahmat Subagyo mengatakan, pihaknya juga menindak eksportasi barang berupa 1.092 ton tanduk rusa tujuan Singapura yang diberitahukan dalam satu kontainer oleh eksportir PT CSP (sebuah perusahaan yang beralamat di Jakarta Utara) senilai Rp 450 juta dengan kerugian immaterial berupa kemungkinan punahnya spesies satwa liar yang dilindungi tersebut.
Pelanggaran ketiga kasus tersebut diancam dengan pidana penjara minimal dua tahun dan maksimal delapan tahun dan atau minimal Rp 100 juta serta maksimal Rp 5 miliar, sesuai dengan pasal 103 huruf (a) UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. Namun, dia mengatakan, belum ditetapkan tersangka terhadap ketiga kasus tersebut.
“Belum ada tersangka, semuanya dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), dan masih dalam penyidikan terhadap kepemilikan kontainer dan perusahaan,” ujarnya.
Di lain pihak, Head of Corporate Communication PT Unilever Indonesia Maria Dewantini Dwianto mengatakan, sebagai brand yang dirugikan, pihaknya menyambut baik pencegahan yang dilakukan Dirjen Bea Cukai. Dia menjamin bahwa barang-barang yang tidak memiliki izin Badan POM sudah dipastikan bahwa barang tersebut palsu.
Dia menambahkan, barang-barang yang dipalsukan tersebut ada yang bisa diketahui secara kasat mata dan ada yang tidak. “Banyak varian dari barang selundupan ini tidak kami keluarkan hanya jenis pelembab yang dipalsukan yang sejenis dengan produk kami,” katanya (Indra)